Bukan dari Seminar: Cara Unik Belajar Public Speaking dengan Meniru Gaya Cerita Nenek Saat Menjelaskan Jalannya Permainan Mahjong Wins 3 hingga Bisa Percaya Diri Bercerita di Depan Teman

Merek: LIVE RTP
Rp.10.000
Rp.1.000.000-99%
Kuantitas

Dari Ruang Tamu ke Panggung Kecil

Ada banyak cara orang belajar public speaking. Ada yang ikut seminar mahal, ada yang baca buku setumpuk, bahkan ikut komunitas Toastmasters. Tapi cerita Rehan beda. Cowok 22 tahun asal Semarang ini belajar public speaking dari tempat yang tak terduga: ruang tamu rumah neneknya. Bukan, bukan karena neneknya motivator. Tapi karena neneknya punya satu bakat unik—cara bercerita yang bikin orang betah dengerin sampai lupa waktu.

Nenek Rehan, yang biasa ia panggil Eyang, punya hobi main game Mahjong Wins 3 di tablet tuanya. Tapi bukan gamenya yang bikin Rehan tertarik, melainkan bagaimana sang nenek menceritakan setiap momen dalam permainan itu—penuh ekspresi, intonasi naik turun, dan gaya bahasa yang hidup banget. “Waktu scatter muncul, Eyang bisa cerita kayak lagi ada plot twist sinetron,” ujar Rehan sambil ketawa. Dari situlah perjalanan uniknya dimulai.

Meniru Gaya Bercerita Sejak Kecil

Sejak SD, Rehan sering duduk di sebelah neneknya setiap sore, hanya untuk dengerin bagaimana Eyang menceritakan permainan yang sebenarnya cukup sederhana. Tapi di tangan Eyang, game itu jadi kayak dongeng petualangan. “Coba bayangin, ada tile hijau yang muncul tiba-tiba, terus dikasih efek api, terus Eyang teriak, ‘Nah ini dia si Ular Hijau dari Timur!’” kenang Rehan.

Tanpa sadar, Rehan mulai meniru gaya neneknya. Dari cara mengatur jeda, mengatur nada, bahkan ekspresi wajah. Dia sering pura-pura jadi narator game juga, ngomong sendiri di depan kaca, nyeritain ulang alur game-nya dengan cara yang seru. “Padahal cuma latihan sendiri, tapi rasanya kayak lagi siaran di radio,” katanya sambil tertawa.

Berani Bicara di Depan Teman Pertama Kali

Titik baliknya terjadi waktu kuliah, saat dia ditantang jadi MC di acara kampus kecil-kecilan. Awalnya Rehan ragu banget. Tapi dia ingat satu kalimat dari Eyang: “Kalau kamu cerita dari hati, orang akan dengar pakai hati juga.” Dengan bekal gaya storytelling neneknya, Rehan maju. Bukan dengan gaya formal, tapi dengan cerita santai, penuh gaya, dan sedikit dramatisasi.

Hasilnya? Semua orang ketawa, tepuk tangan, dan bilang, “Lo cocok banget jadi pembicara, Han!” Sejak saat itu, Rehan makin percaya diri. Dia gak berusaha jadi orang lain. Gak sok serius. Tapi tetap berisi. Justru karena gayanya natural dan ‘nyantai kayak ngobrol sama Eyang’, banyak yang relate.

Kebiasaan Kecil yang Bikin Percaya Diri Besar

Salah satu kebiasaan Rehan yang terus dia jaga sampai sekarang adalah “bercerita sebelum tidur.” Bukan diceritain, tapi justru dia yang cerita. Entah tentang kejadian hari itu, ide random, atau nyeritain ulang pertandingan sepak bola—semuanya dilatih dalam gaya bercerita khas neneknya.

“Gue anggap aja setiap malam itu kayak sesi gladi resik. Gak ada penonton, tapi ada suara gue sendiri yang harus gue yakinin,” jelasnya. Dari situ, dia mulai bisa ngatur struktur cerita, tahu kapan harus ngasih jeda, dan paling penting—tahu kapan harus diam biar kata-kata sebelumnya bisa ‘mendarat’.

Bukan Sekadar Suara, Tapi Rasa

Yang bikin gaya bicara Rehan beda adalah, dia gak fokus bikin suara terdengar ‘powerful’ atau ‘berwibawa’—tapi fokus gimana cerita itu bisa ‘nyampe’ ke orang. Sama kayak neneknya yang bisa bikin cucunya nangis atau ketawa cuma dari cerita tile Mahjong yang menang scatter tiga kali.

Rehan percaya, kekuatan bercerita itu bukan soal volume suara, tapi bagaimana cara menyampaikan rasa. “Orang gak perlu denger lo teriak-teriak. Tapi kalau lo cerita dengan tulus, mereka bakal dengerin meski lo bisik-bisik,” katanya. Filosofi itu yang terus dia bawa dalam setiap kesempatan bicara—baik di depan kelas, di panggung komunitas, bahkan saat bikin video pendek di media sosial.

Refleksi: Semua Orang Bisa Jadi Pembicara, Asal Tahu Caranya

Hari ini, Rehan dikenal sebagai pembicara muda yang sering diundang untuk sharing di berbagai acara anak muda. Tapi dia gak pernah lupa asal-usulnya—bukan dari kelas public speaking, tapi dari ruang tamu hangat bersama nenek dan permainan Mahjong Wins 3 yang jadi pintu awalnya belajar komunikasi dengan rasa.

Kisah Rehan ngingetin kita bahwa kemampuan bicara itu bukan hak eksklusif orang pintar atau orang panggung. Semua orang bisa, asal tahu cara latihannya, dan yang paling penting—asal mau jujur sama gaya sendiri. Karena kadang, guru terbaik dalam hidup bisa datang dari tempat yang gak disangka. Bisa jadi, nenek kita sendiri.

@LIVE RTP